Thursday, February 27, 2025

Filosofi Kain

Saya pernah menjadi panitia di acara pernikahan. Pernikahan itu menggunakan adat Jawa lengkap. Upacara sakral yang paling menyita perhatian saya adalah acara Siraman, Midodareni, dan Akad Nikah. Di setiap acara, calon mempelai wanita dan keluarganya memakai kain yang motifnya berbeda-beda.

Pada acara Siraman, calon mempelai wanita menggunakan kain motif Udan Liris, semantara orang tua mempelai memakai kain motif Truntum. Di acara Midodareni, calon mempelai wanita memakai kain motif Wahyu Temurun, dan orang tuanya memakai kain motif Wirasat. Dan pada Akad Nikah, kedua mempelai menggunakan kain bermotif Sido Mukti.

Setelah membaca artikel-artikel di situs web http://kainindonesia.com , barulah saya mengerti bahwa setiap motif kain memiliki filosofinya masing-masing. Pemilihan kain yang akan dikenakan pada upacara-upacara adat tidak boleh sembarangan. Ada aturan dan tata cara tersendiri, karena berbeda motif, berbeda pula makna yang terkandung dari setiap kain.

Contohnya pada artikel yang berjudul “Melayat Bersama Motif Slobok”. Pada artikel ini tertulis bahwa kain dengan motif Slobok, yang artinya longgar atau lancar, digunakan untuk melayat teman yang meninggal. Harapannya agar yang meninggal diberi kelancaran dalam perjalanan kembali ke asalnya.

Saya pun “keasyikan” mencari tahu makna dari kain-kain yang digunakan dalam upacara adat pengantin Jawa. Motif Udan Liris berarti hujan gerimis yang melambangkan kesuburan. Motif Truntum memiliki makna sebagai penuntun, hampir sama dengan makna dari motif Wirasat. Sedangkan motif Sido Mukti melambangkan hidup berkecukupan dan penuh kebahagiaan.

Tak hanya batik, kain songket dari Minangkabau juga memiliki makna filosofi. Motif batang pinangnya mengandung arti sifat mulia yang ada pada diri manusia.
Selain mengenai folosofi dari motif kain, di situs web http://kainindonesia.com masih banyak artikel lain yang sangat informatif. Salah satunya adalah “Tips Memilih Kemeja Batik untuk Pria”.

Berbicara mengenai kain, berarti membicarakan kekayaan budaya bangsa Indonesia. Hampir seluruh daerah di Indonesia, dari Aceh hingga Papua, memiliki kain tenun khas masing-masing.

Dalam situs web tersebut, pada artikel yang berjudul “Buya Sabe Khas Donggala” dikatakan bahwa daerah Desa Towale memiliki kain tenun khas yang disebut Buya Sabe. Tentu saja masih ada lagi artikel-artikel tentang kain tenun khas daerah lain.

Bila kamu tak punya cukup waktu untuk menjelajah Indonesia demi mengoleksi kain-kain khas setiap daerah, kini ada jalan yang lebih mudah. Klik saja situs web Kain Indonesia. Kamu bisa mendapatkan kain-kain cantik itu dalam waktu singkat.

Ternyata kain tak hanya digunakan sebagai pakaian dan penghias rumah. Salah satu berita yang disampaikan di http://kainindonesia.com mengatakan bahwa pada abad 14, terdapat uang yang disebut Kampua. Kampua adalah satu-satunya uang yang terbuat dari kain tenun yang beredar di Indonesia.

Penggunaan uang kain tenun itu berawal dari… Hmmm… Rasanya tidak enak kalau diceritakan di sini, ya. Lebih baik baca saja kelanjutannya di sini.

Thursday, February 20, 2025

Tips Mengatasi Kejenuhan Dalam Menulis

Ternyata, ada masanya penulis merasa bosan menulis. Mungkin sebagian orang bingung. Bukankah menulis itu suatu hobi? Bukankah melakukan segala sesuatu yang merupakan hobi, tidak akan dilanda bosan?



Banyak penulis yang berangkat dari hobi. Namun, setelah sering menulis, apalagi sampai kewalahan menerima order, lama kelamaan menulis bukan lagi sekadar hobi, melainkan menjadi pekerjaan. Sama halnya ketika menggeluti pekerjaan lain, penulis juga pernah merasa jenuh dengan kegiatan menulisnya.
Merasa bosan boleh saja. Tapi, ketika kita telah memilih menulis sebagai suatu pekerjaan, rasa bosan itu harus segera diatasi.
Bagaimana mengatasi kejenuhan dalam menulis?
Membuat Tulisan Lain
Apabila kamu menulis naskah dengan genre yang sama dalam jangka waktu lumayan lama, wajar jika kamu merasa bosan. Sebagai contoh, kamu harus menyelesaikan dua naskah nonfiksi. Ketika selesai mengerjakan satu naskah, ambillah jeda. Buatkah tulisan lain dengan genre yang berbeda. Misalnya, cerpen anak. Tidak perlu terlalu banyak. Cukup 3-5 halaman. Tujuannya adalah untuk menyegarkan pikiranmu, sebelum melanjutkan naskah nonfiksi berikutnya.
 
Jalan-Jalan
Kejenuhan dalam menulis bisa disebabkan oleh mata yang lelah. Pusing, mata berkunang-kunang, dan kelopak mata yang pegal, membuat kita ingin menjauh dari kegiatan menulis. Maklum, selama menulis, kita tidak menyadari telah “menyiksa” indera yang satu ini untuk menatap layar komputer atau laptop selama berjam-jam. Agar mata lebih segar, berjalan-jalanlah ke luar ruangan. Biarkan mata memandang objek yang agak jauh. Yang perlu diingat, saat mengistirahatkan mata dari layar komputer, jangan justru memegang ponsel. Hal ini akan membuatmu tergoda menatap layar ponsel yang akan membuat matamu batal beristirahat.
 
Tinggalkan Tugas Sejenak
Kalau hal-hal di atas sudah dilakukan tetapi kamu masih jenuh, cobalah tinggalkan sejenak kegiatan menulismu. Saya melakukannya ketika menulis buku Hang Tuah Ksatria Melayu, Cut Nyak Dhien Pahlawan Wanita Aceh, Sudirman Sang Panglima Besar, dan Pangeran Diponegoro Singa Mataram, nonstop empat bulan berturut-turut. Sehari semalam cukup untuk membuat otak segar kembali. Jangan lebih dari itu, sebab kamu akan terlena untuk berleha-leha, padahal pekerjaan sudah menunggu.